KUP Perpajakan

MAKALAH
 “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah  Perpajakan
Dosen Pengampu : Agus Arwani, SE, M. Ag.

Disusun Oleh:
1.      Najib Bulatif                    (2013213058)
2.      Shovi Mumtazaturrohmi  (2013215500)
3.      Eky Ayunda Sari IP         (2013215502)

Kelas Ekos L



PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN PEKALONGAN
2017

ABSTRAK

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Oleh :
Najib Bulatif (2013213058), Shovi Mumtazaturrohmi (2013215500), dan Eky Ayunda Sari IP (2013215502)

Penulisan makalah ini bertujuan supaya pembaca dapat lebih memahami tentang perpajakan. Yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum paham akan pajak dan masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak seperti masih banyaknya wajib pajak yang tidak atau kurang melaporkan kekayaannya serta wajib pajak yang melakukan usaha yang tidak melaporkan usahanya karena tidak ingin dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Padahal sebagai masyarakat Indonesia yang baik kita harus melakukan kewajiban kita seperti taat membayar pajak.

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah dijelaskan tentang NPWP dan NPPKP serta fungsi, tata cara pendaftarannya, dan batas waktu pendaftarannya. KUP juga memuat tentang penagihan pajak, pengajuan keberatan dan banding, kewajiban bagi wajib pajak yang melakukan usaha untuk membuat pembukuan dan sanksi-sanksi yang dikenakan pada wajib pajak jika terlambat atau kurang membayar pajak. Dan wajib pajak dapat dikenakan hukuman pidana dan denda jika melakukan perbuatan yang dapat merugikan pendapatan negara. Dengan adanya UU KUP masyarakat Indonesia diharapkan bisa lebih memahami tentang perpajakan. Maka dari itu sebagai wajib pajak harus taat dalam membayar pajak dan jujur dalam membuat SPT dan melaporkan harta kekayaannya.

Kata kunci : KUP, Perpajakan


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
1.      Najib Bulatif                           (2013213058)
2.      Shovi Mumtazaturrohmi         (2013215500)
3.      Eky Ayunda Sari IP                (2013215502)
Kelas : Ekos L
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa makalah yang kami buat bukan plagiat dan hasil karya sendiri. Demikian surat pernyataan yang kami buat dengan sebenar-benarnya.




                                                                        Pekalongan, 19 September 2017
Pembuat Laporan/Mahasiswa

Najib Bulatif
NIM 2013213058

Pembuat Laporan/Mahasiswa                                     Pembuat Laporan/Mahasiswa

Shovi Mumtazaturrohmi                                                         Eky Ayunda Sari IP
NIM 2013215500                                                                   NIM 2013215502

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan tanpa halangan suatu apapun.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada bimbingan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa umat islam seluruhnya dari dunia Jahiliyah atau dunia kebodohan menuju dunia keilmuan yang penuh dengan pendidikan.
Makalah yang berjudul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Indonesia ini kami susun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Perpajakan yang diberikan oleh dosen pengampu dan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi pembaca sekalian.
Sebagai penulis kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung jalannya proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik serta saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.


Pekalongan, 19 September 2017


                                                                                    Penulis



  

DAFTAR ISI





                                                             BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu pendapatan bagi suatu negara. Disetiap negara pasti memiliki Undang-undang tersendiri dalam pemungutan pajak. Tidak terkecuali di Indonesia, Indonesia juga memiliki Undang-undang tentang Perpajakan, karena pajak merupakan sumber terpenting dalam pendapatan negara dan dipungut dengan ketentuan dari Undang-undang serta keputusan dari Dirjen Pajak. Untuk mendukung dan menjalankan perpajakan di Indonesia dibutuhkan kesadaran dalam memahami dan mengetahui ketentuan Perpajakan yang berlaku di Indonesia. Pemerintah Indonesia juga melakukan penyempurnaan pada peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Salah satu peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengalami penyempurnaan yaitu Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang KUP ini telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan yang ketiga atas Undang-undang KUP terjadi pada tahun 2007. Undang-undang KUP merupakan Undang-undang Perpajakan yang bersifat formal berisikan hak dan kewajiban dari Wajib Pajak. Undang-undang KUP tetap menjunjung dasar pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment. Karena begitu pentingnya Undang-undang KUP dalam menambah pemahaman tentang perpajakan, maka penulis tertarik untuk membahas tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

B.     Rumusan Masalah

1.        Apa pengertian dari NPWP dan NPPKP?
2.        Apa saja fungsi NPWP dan NPPKP?
3.        Bagaimana tata cara mendapatakan NPWP dan NPPKP?
4.        Apa yang dimaksud dengan SPT, SKP dan STP?
5.        Bagaimana pembukuan yang harus dibuat bagi Wajib Pajak?
6.        Bagaimana pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan?
7.        Bagaimana pengajuan keberatan dan banding dalam perpajakan?
8.        Bagaimana penagihan pajak dilakukan?
9.        Apa saja sanksi-sanksi dalam perpajakan?
10.    Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perpajakan?

C.    Tujuan Makalah

1.        Untuk mengetahui apa itu NPWP dan NPPKP, fungsi NPWP dan NPPKP, serta tata cara memperoleh NPWP dan NPPKP.
2.        Untuk mengetahui SPT, SKP dan STP.
3.        Untuk mengetahui pembukuan dalam perpajakan.
4.        Untuk mengetahui pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan.
5.        Untuk mengetahui pengajuan keberatan dan banding dalam perpajakan.
6.        Untuk mengetahui penagihan dalam perpajakan.
7.        Untuk mengetahui sanksi-sanksi dalam perpajakan.
8.        Untuk mengetahui penyelesaian sengketa dalam perpajakan.



BAB II

PEMBAHASAN

A.      Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

1.      Pengertian NPWP dan NPPKP

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah  nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak yang terdaftar akan memperoleh NPWP. NPWP sendiri terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.[1]
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) adalah nomor identitas wajib pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, khususnya dalam hal pemungutan PPN.[2]

2.    Fungsi NPWP dan NPPKP

Fungsi NPWP adalah :[3]
a.         Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak sehingga kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu nomor wajib pajak,
b.        Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan,
c.         Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP,
d.        Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diwajibkan , misalnya dokumen impor (PIB) dan dokumen ekspor (PEB), pinjaman kredit bank dan lain-lain,
e.         Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan.
Sesuai fungsi, wajib pajak diharuskan mencantumkan NPWP yang dimiliki dalam hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan. Jika wajib pajak yang sudah layak memperoleh NPWP, tetapi tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak yang tidak punya NPWP dikenakan sanksi berupa diberikan NPWP secara jabatan, kemudian dilakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dapat menimbulkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), jika WP sengaja tidak menginginkan NPWP akan dikenakan sanksi pidana paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 39 UU KUP).[4]
Fungsi NPPKP yaitu untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang sebenarnya, untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPn BM, dan untuk pengawasan terhadap administrasi perpajakan.[5]
Pengusaha yang melakukan penjualan barang kena pajak atau jasa kena pajak di atas Rp. 600.000.000, diwajibkan mempunyai NPPKP untuk melakukan pemungutan PPN. Jika WP tidak menginginkan NPPKP akan dikenakan sanksi berupa NPPKP secara jabatan bahkan hukuman pidana.

3.      Tata Cara Mendaftar NPWP dan NPPKP

Tata cara pengukuhan dan pemberian NPWP dan NPPKP :[6]
a.    Wajib pajak yang diberi kuasa khusus yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak,
b.    Berdasarkan formulir pendaftaran tersebut, KPP menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
c.    KPP menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama tiga hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap,
d.   KPP menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama tiga hari kerja setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap.

4.      Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan NPPKP

Wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan diwajibkan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama satu bulan setelah usaha mulai dijalankan sesuai dengan pasal 2 ayat 5 UU KUP jo KEP-DJP No.161/PJ/2001. Wajib pajak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pegusaha kena pajak (PKP).[7] Wajib pajak yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi penghasilan tidak kena pajak setahun, maka wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.[8]

B.       Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP)

1.      Surat Pemberitahuan (SPT)

SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 angka 10 UU KUP). Fungsi SPT bagi WP PPh (Pajak Penghasilan) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang :[9]
a.       Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak,
b.      Pembayaran dari pemungut tentang pemungutan orang pribadi atau badan lain dalam satu tahun pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Fungsi SPT bagi WP PKP adalah sebagai sarana untuk :[10]
a.         melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang,
b.        melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran,
c.         melaporkan tentang pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT terdiri dari SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah SPT untuk suatu masa pajak, SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu tahun pajak. Batas waktu penyampaian SPT adalah : (i) SPT Masa paling lambat 20 hari setelah akhir Masa Pajak, (ii) SPT Tahunan paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak. Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu, maka akan : (i) diterbitkan Surat Teguran, (ii) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.50.000 untuk SPT Masa dan sebesar Rp.100.000 untuk SPT Tahunan. Jika kekurangan pembayaran pajak yang terutang SPT Tahunan dibayar lunas paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah SPT Tahunan berakhir, sebelum SPT disampaikan. Keterlambatan pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.[11]

2.      Surat Ketetapan Pajak (SKP)

SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.[12]
a.         Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan bila hasil pemeriksaan bahwa jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, atas kekurangan ini akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan.
b.        Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Penerbitan SKPKBT dilakukan jika adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.[13]
c.         Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d.        Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

3.      Surat Tagihan Pajak (STP)

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan STP apabila:[14]
a.         Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar,
b.        Dari hasil penelitian surat pemberitahuan terbukti pajak kurang dibayar sebagai akibat salah tulis atau salah hitung,
c.         Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga,
d.        Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
e.         Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat Faktur Pajak.
f.         Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

C.    Kewajiban Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi aktiva, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. WP orang pribadi yang melakukan usaha wajib melakukan pembukuan. Adapun WP yang tidak wajib melakukan pembukuan yaitu:[15]
1.      WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto, WP wajib melakukan pencatatan,
2.      WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha.
Beberapa hal yang harus diperhatian dalam membuat pembukuan, yaitu:[16]
1.      Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya,
2.      Pembukuan dilaksanakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, huruf Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan,
3.      Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas, stelsel akrual adalah suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang, sedangkan stelsel kas adalah suatu metode yang perhitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai,
4.      Perubahan terhadap metode pembukuan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak,
5.      Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai aktiva, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang,
6.      Pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan,
7.      Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal WP atau di tempat kedudukan bagi WP badan.

D.    Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkai kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Prosedur pemeriksaan pajak sebagai berikut:[17]
1.      Pemeriksaan bukti permulaan, pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan,
2.      Kertas kerja pemeriksaan, catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pegujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan, dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan,
3.      Pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference), pembahasan dilakukan antara pemeriksa pajak dan wajib pajak atas temuan selama pemeriksaan dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun tidak, dan dituangkan dalam berita acara hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan wajib pajak,
4.      Laporan pemeriksaan pajak, laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
Tujuan pemeriksaan yaitu: (i) untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, dan (ii) tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ruang lingkup pemeriksaan terdiri atas: (i) pemeriksaan lapangan, meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat WP, pemeriksaan lengkap dilaksanakan selama 2 bulan dan bisa diperpanjang selama 8 bulan sedangkan pemeriksaan sederhana dilaksanakan selama 1 bulan dan bisa diperpanjang selama 2 bulan. Pemeriksaan ini dilakukan jika ditemukan indikasi adanya unsur transfer pricing yang memerlukan pemeriksaan yang mendalam serta butuh waktu yang lama, dan (ii) pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan dilakukan secara sederhana dan dalam jangka waktu 4 minggu serta dapat diperpanjang selama 6 minggu. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan indikasi tansfer yang mengandung transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.[18]
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang oleh Dirjen Pajak.[19] Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum. Wewenang penyidik yaitu:[20]
1.      Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas,
2.      Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,
3.      Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,
4.      Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,
5.      Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut,
6.      Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
7.      Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,
8.       Menghentikan penyidikan,
9.      Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang bertanggungjawab.

E.  Pengajuan Keberatan dan Banding

Wajib pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib pajak disertai alasan yang jelas. Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan. Wajib pajak juga dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan disertai alasan yang jelas, diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima dan dilampiri salinan surat keputusan tersebut.[21]

F.     Penagihan Pajak

Dalam penagih pajak pada wajib pajak yang mendasarinya yaitu Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.[22]Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 tahun seperti yang dimaksud dalam Pasal 22 pada tertangguh apabila: (i) diterbitkan Surat Paksa, (ii) ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung, (iii) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, (iv) dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.[23]
Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan jika: (i) penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; (ii) penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; (iii) terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya atau melakukan perubahan betuk lainnya; (iv) badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; (v) terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.  [24]

G.    Sanksi Perpajakan

Sanksi-sanksi dalam Undang-undang KUP meliputi, bunga 2% per bulan, kenaikan sanksi administrasi, denda, dan pidana. Sanksi bunga dikenakan karena alasan berikut: (i) WP terlambat menyetor atau membayar melampaui batas waktu yang telah ditentukan oleh DJP, dihitung sejak melewati batas penyetoran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran atau diterbitkan STP; (ii) kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan sendiri dalam jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya tahun pajak dengan syarat DJP belum melakukan pemeriksaan (pasal 8 ayat 2 UU KUP), dihitung sejak penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran SPT pembetulan; (iii) kekurangan pembayaran pajak akibat pemeriksaan pajak yang menimbulkan pajak terutang lebih tinggi (pasal 13 ayat 2 UU KUP), dihitung sejak saat terutang pajak sampai dengan tanggal penerbitan SKPKB; (iv) kekurangan pembayaran pajak akibat perpanjangan SPT (pasal 19 ayat 3 UU KUP), dihitung sejak penyampaian SPT berakhir sampai tanggal pembayaran SPT perpanjangan; dan (v) kekurangan pembayaran pajak akibat WP membayar lewat jatuh tempo pembayaran atas pajak yang terutang menurut STP, SKPKB, SKPKBT, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan SKP Pembetulan, SK Keberatan atau Putusan Banding (pasal 19 ayat 1 UU KUP), dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai tanggal diterbitkannya STP. Sanksi administrasi kenaikan dikenakan karena: (i) dikenakan 50% pada, WP yang tidak menyampaikan SPT dalam dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran,  WP tidak memenuhi kewajibannya, dan WP mengungkapkan ketidakbenaran SPT dengan kemauan sendiri dan melebihi batas waktu dua tahun serta belum dilakukan pemeriksaan; (ii) kenaikan 100% pada, untuk PPh pemotongan serta PPN yang tidak menyampaikan SPT, untuk PPh pemotongan serta PPN yang tidak memenuhi kewajiban, berdasarkan hasil pemeriksaan dikeluarkan SKPKB atas Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.[25]
Sanksi denda dikenakan karena: (i) WP tidak atau terlambat menyampaikan SPT masa dikenakan denda Rp50.000 setiap SPT masa; (ii) WP tidak atau terlambat menyampaikan SPT tahunan dikenakan denda Rp100.000 setiap SPT tahunan; (iii) denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak jika: pengusaha tidak melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP, bukan PKP membuat faktur pajak, PKP tidak membuat faktur pajak, dan PKP membuat faktur pajak tetapi tidak lengkap serta tidak tepat waktu. Sanksi pidana dikenakan karena: (i) WP dengan kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi negara dengan ancaman 1 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar; (ii) WP dengan sengaja tidak menyampaikan SPT tahunan atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi negara dipidana dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar; dan (iii) WP melakukan percobaan untuk menyampaikan SPT tahunan dan keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan restitusi atau melakukan kompensasi pajak dipidana dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah restitusi yang dimohon atau kompensasi yang dilakukan oleh WP.[26]

H.   Sengketa dalam Perpajakan

Bagi Wajib Pajak yang dengan berbagai alasan tidak memenuhi kewajiban perpajakan yakni tidak memenuhi kewajiban perpajakan yakni tidak melunasi utang pajak, terdapat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP). Bagi Wajib Pajak yang ingin mendapatkan keadilan dalam perpajakan setelah keberatannya ditolak seluruhnya atau sebagian oleh Direktur Jenderal Pajak terdapat kesempatan untuk mengajukan Banding berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Sebagaimana telah disebutkan di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 ini telah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Di Indonesia, badan atau lembaga yang mengelola banding Wajib Pajak telah didirikan sejak tahun 1915 berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Staatsblad 1915 No. 707 dengan nama Raad van Beroep voor Belastingzaken yang untuk bahasa Indonesia diberi padanan : Majelis Pertimbangan Pajak (MPP). Ketentuan yang mengatur MPP telah banyak sekali berubah sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).[27]
Walaupun BPSP baru berumur beberapa tahun, akan tetapi sesuai dengan semangat reformasi di Indonesia sejak 1998, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tersebut dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Salah satu alasan reformasi Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 adalah karena undang-undang ini dianggap masih belum dapat menampung rasa keadilan Wajib Pajak, antara lain karena adanya kewajiban untuk melunasi semua (100%) pajak yang terutang sebagai salah satu syarat dalam pengajuan Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU No. 17 Tahun 1997. Ketentuan ini telah diubah sebagaimana diatur dalam pasal 36 ayat (4) UU No.14 Tahun 2002, dimana Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang telah dibayar sebesar 50%. Pertimbangan lain adalah karena Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung.[28]
                                                                                     























BAB III

PENUTUP

A.  Simpulan

Telah dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang telah layak memperoleh NPWP dan bagi pengusaha yang telah layak juga untuk memperoleh NPPKP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika Wajib Pajak yang telah layak tidak mendaftarkan diri maka akan diberikan NPWP dan NPPKP secara jabatan. Sebagai Wajib Pajak juga harus taat dalam membayar pajak dan melaksanakan prosedur perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, seperti Wajib Pajak yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas maka wajib melakukan pembukuan berdasarkan Undang-undang KUP yang berlaku. Di dalam Undang-undang KUP sudah dijelaskan tentang perpajakan, meliputi NPWP, NPPKP, SPT, SKP, STP, Pengajuan keberatan dan Banding, serta sanksi-sanksi yang akan diperoleh Wajib Pajak jika tidak taat prosedur perpajakan. Jika terjadi sengketa dalam perpajakan dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

B.     Saran

Dengan membaca makalah ini penulis berharap semoga pembaca lebih dapat memahami tentang perpajakan sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia.







HASIL DISKUSI

1.      Jika ada dosen yang mengajar di tiga Universitas dan memiliki usaha resto sampai tiga gerai, bagaimana pendaftaran dirinya untuk membayar pajak?
Jawab : dosen tersebut harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak untuk memperoleh NPPKP karena usaha sudah berkembang sampai tiga gerai. Jika usahanya masih berskala kecil maka bisa langsung dilaporkan melalui PPh.
2.      Dalam membuat NPPKP apakah ada batas minimal untuk mendapatkan NPPKP?
Jawab : untuk memperoleh NPPKP maka pengusaha harus mempunyai penghasilan di atas Rp600.000.000, jika kurang dari itu maka tidak wajib mendaaftarkan diri untuk memperoleh NPPKP.
3.      Jika ada badan usaha milik asing di Indonesia, apakah kena pajak?
Jawab : Badan usaha asing akan terkena pajak jika sudah berdiri minimal 183 hari.
4.      Bila ada wajib pajak yang memperoleh sanksi bunga 2% per bulan sampai jumlahnya milyaran, apakah bisa langsung kena sanksi pidana?
Jawab : Sanksi dilakukan secara bertahap, pertama bisa melalui surat paksa dan di kenakan sanksi 2% perbulan, dan jika pada bulan kedua tetap tidak membayar maka dikenakan sanksi kenaikan, selanjutnya jika tetap tidak ada tanggapan maka wajib pajak bisa dikenakan sanksi pidana.
5.      Apakah sanksi yang diterima sama jika wajib pajak sengaja tidak membayar pajak dengan yang membayar tetapi sudah lewat batas waktunya?
Jawab : Sama, karena bukan alasan yang menjadi acuan pemberian sanksi melainkan batas waktu pembayaran pajak yang diberikan.
6.      Seorang pengusaha mempunyai penghasilan yang ia simpan di bank dalam negeri dan bank luar negeri, bagaimana untuk pelaporan pajaknya?
Jawab : Jika penghasilan pengusaha sudah mencapai PKP maka pengusaha tersebut wajib melaporkan semua penghasilannya yang ia simpan di bank dalam negeri maupun luar negeri. Atau sebelum di simpan sebaiknya di laporkan dahulu.
7.      Apa saja syarat pencabutan NPWP?
Jawab : Wajib pajak meninggal dunia, Penghasilan sudah tidak mencapai PKP.
8.      Jika seseorang yang tidak mempunyai penghasilan apakah boleh mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP?
Jawab : Boleh jika NPWP menjadi salah satu syarat untuk melamar pekerjaan yang pada akhirnya wajib pajak akan menerima penghasilan dan akan di kenakan PPh jika penghasilan sudah mencapai PKP.
9.      Bagaimana tata cara pembayaran pajak yang terutang?
Jawab : jika WP masih memiliki pajak yang terutang maka WP akan diberikan STP, namun jika waktu pembayaran sudah terlewat dan belum dibayar maka WP akan diberi Surat Paksa dan dikenakan denda atau sanksi sesuai pelanggaran yang dibuat oleh WP.
10.  Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi dalam pengajuan keberatan?
Jawab : persyaratan pengajuan keberatan ada beberapa hal yaitu diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan, satu surat keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak untuk satu pemotongan pajak atau untuk satu pemungutan pajak, melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, dan ditandatangani oleh wajib pajak serta dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib pajak surat keberatan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 UU KUP.
11.  Syarat apa saja yang dilakukan WP ketika melakukan banding? Serta jelaskan WP melakukan banding?
Jaawab : jika WP mau mengajukan banding, maka WP harus mengajukan keberatan terlebih dahulu jika pengajuan keberatan ditolak maka WP dapat mengajukan banding. WP mengajukan keberatan apabila WP berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya.  Syarat dalam pengajuan banding yaitu diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia kepada pengadilan pajak, dan banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. 
















DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Agus dan Basri Musri. 2006. Perpajakan Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati. 2004. Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan penuntun Praktis. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Tansuria, Billy Ivan. 2010. Pokok-pokok Ketentuan Umum Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muljono, Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Undang-undang KUP dan Peraturan Pelaksanaanya. 2013. Nomor: PJ.091/KUP/UU/001/2013-00





[1] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis. (Yogyakarta : ANDI Yogyakarta, 2004). Hal 3
[2] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006). Hal 5
[3] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 2
[4] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 2
[5] Tansuria, Billy Ivan. Pokok-pokok Ketentuan Umum Perpajakan. (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010). Hal 7
[6] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 5
[7] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 7
[8] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 4
[9] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 11
[10] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 10
[11] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 9-11
[12] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 16-24
[13] Billy Ivan Tansuria. Pokok-pokok Ketentuan...., Hal 216
[14] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 24-25
[15] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 31
[16] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 32-33
[17] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 38-39
[18] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 40-41
[19] Muljono, Djoko. Panduan Brevet Pajak Aakuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan. (Yogyakarta : CV ANDI OFFSET, 2010). Hal 134
[20] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 46-47
[21] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 2-29
[22] Undang-undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya. 2013. Nomor: PJ.091/KUP/UU/001/2013-00. Pasal 22 ayat 1. Hal 64
[23] Undang-undang KUP dan Peraturan Pelaksanaanya. 2013. Nomor: PJ.091/KUP/UU/001/2013-00.  Pasal 22 ayat 2. Hal 64
[24] Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. Perpajakan Indonesia...., Hal 26
[25] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 15-16
[26] Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum...., Hal 17-18
[27] Safri Nurmantu. Pengantar Perpajakan. (Jakarta : Granit, 2005). Hal 27
[28] Safri Nurmantu. Pengantar Perpajakan...., Hal 28

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KUP Perpajakan"

Posting Komentar